Monday, September 22, 2008

kecewa

Sudah lama tak merasa kecewa ... hari ini aku harus menelannya .... sesuatu yang sudah yakin ada di genggaman .. ternyata tak jadi ku miliki .... sungguh .. hati ini porak ... aku terlanjur mengharapkan ... ternyata semua tak seindah dugaan ...

menyesal aku mendengar keberuntungan dan amanat itu hendak menyambangi hidupku .. secepat ini ... harapku sempat membuncah .. rencana-rencana pun berloncatan dalam hati ... aku mau begini ... aku mau begitu ...

Rupanya kesabaran ku harus kembali teruji ... aku belum seberuntung itu ... berkah itu urung ku trima saat ini ...

Monday, July 21, 2008

kangen rumah

udah lama banget gak berkunjung ke rumah ini ...:) kangen ... yah ..akhir-akhir ini (terutama setelah khalif datang melengkapi kami) kesibukan memang begitu menyita waktu ... jangankan untuk mencurahkan hati di sini .. untuk sekedar melongok pun .. kadang gak sempet ... apalagi sekarang ada rumah baru di multiply .. jadinya rumah yang ini makin jarang aja ditengok ...

Hidup ku masih berjalan baik-baik saja ..terlalu baik-baik saja bahkan (terima kasih untuk Tuhan tentunya) .. pernikahan semakin membuat sempurna langkah2ku ... pun Khalif .. semakin membuatku menjadi wanita seutuhnya ...
riak2 kecil itu memang ada ... gelombang pun sempat datang menghantam rumah kita .. tapi sampai sejauh ini ... aku, ayah dan khalif masih mengarungi samudra dengan kapal yang utuh .. bahkan semakinlengkap dan indah setiap harinya ...

Semoga saja akan tetap begitu ... sampai nanti ...

Thursday, June 12, 2008

perkenalan

ini tulisan ayah yang menggambarkan 'hari itu' :). Hari ketika ibu dan babe bertemu ayah ntuk pertama kalinya ....

Waktu itu ibu dan babe sengaja dateng ke Jakarta (waktu itu aku masih tinggal di rumah budhe Siti di Rambutan) beserta seluruh kluarga (si embah, simak, dhe' dewi, dhe totok, bulek nur, bulek sri, termasuk si kecil daffa) Khusus untuk melihat calon menantunya ...

Ini adalah kesan yang ditangkap ayah waktu pertama kali bertemu mereka ....


Jakarta mendung hari ini, matahari seperti enggan menampakkan dirinya. Sejak malam hingga pagi tadi hujan turun tiada henti, membuat siapapun lebih memilih bersembunyi dibalik hangatnya selimut. Tapi aku punya janji, dan harus segera pergi.
Maka jam 8.30 pagi tadi kupaksa beranjak dari tempat tidur, mandi, bersisir untuk kemudian segera menemuinya di kantor. Ah… kenapa aku selalu terlambat ketika berjanji kepadanya. Kenapa aku selalu rajin membuatnya terkadang kesal karena kebiasaanku ini. “Tidak sensitif …!” dengan nada pelan tapi pasti kalimat itu biasanya meluncur. Dan aku merasa bersalah mendengarnya.


Hujan tetap turun dengan derasnya sampai kami tiba disana. Tanpa payung, atau apapun yang bisa melindungi kami dari guyuran sang hujan, kuputuskan untuk melangkah saja menuju rumahnya. Tentunya kami jadi sedikit basah kuyup, dan kamu mempersilahkan aku masuk ke rumah lewat pintu samping.
Kamu sodorkan kepadaku sehelai handuk, dan kuseka rambut, wajah dan tanganku yang kuyup karena sang hujan. Juga semua keraguan dan prasangka yang menghinggapiku. Maafkan sebelumnya, ini kali pertamaku bertemu dengan keluargamu. Dan aku tidak punya pengalaman semacam ini sebelumnya.


“Sudah tahu Jogja?”Pertanyaan Mbahmu yang masih gesit di usianya yang sudah 80 tahun lebih mengawali perkenalan ini. Pertanyaan yang diucapkan dengan hangat, ramah dan apa adanya. Pertanyaan yang begitu banyak mengandung arti buatku. Tentunya mereka menakarku pada saat itu. Tapi aku tidak keberatan. Jabatan tangan babemu yang erat, anggukan lembut dari ibumu, budhe-budhemu, sepupu-sepupumu, semuanya terasa ringan seolah mempersilahkanku merasakan sendiri nuansa kultur asalmu. Hati nurani setiap orang biasanya tak pernah berbohong, dan aku merasa nyaman dengan sambutan kalian. Tak terbersit dalam benakku bahwa semua ini kepura-puraan. Wajah-wajah yang dihiasi senyum tulus itu meyakinkanku.


Kita memang berasal dari dua kultur yang berbeda. Terbentang jarak yang cukup jauh antara daerah asalmu dengan daerah asalku. “Oooh.. ! Jauh mana Mbandung sama Jakarta?” begitu celoteh Mbahmu. Kupikir aku bakal kesulitan menyesuaikan diri dengan kebiasaan keluargamu. Aku sama sekali tidak paham bahasa ibumu. Seperti halnya juga kamu mengernyitkan dahi ketika aku bicara dengan bahasa ibuku. Tapi ketika tanpa sungkan Babemu mengajakku sholat Dzuhur berjamaah, bicara-bicara sebagaimana biasanya ketika aku ngobrol dengan bapakku, ditimpali pertanyaan dan penjelasan dari ibumu, dari budhe-budhemu yang bersahabat itu, aku merasa semakin sirna saja kekhawatiranku.
Pada titik ini aku bersyukur ditakdirkan lahir dan besar di negeri ini. Dibalik semua perbedaan kultur, bahasa, kebiasaan, ternyata kita tetap bisa saling memahami. Aku bisa paham alam pikiran Babemu, walaupun sesekali aku melirikmu, meminta bantuanmu untuk menerjemahkannya untukku. Aku bisa merasakan kerinduan Babemu akan hadirnya pria dewasa yang bisa diajaknya bertukar pikiran.


“Sudah tahu Jogja?”Sekali lagi Mbahmu menimpali obrolan kita. Ya, Mbah… dengan senang hati aku mau mencobanya. Para Priyayi-nya Umar Kayam yang pernah dua kali kubaca rasanya cukup membantuku untuk memahami alam pikiran kalian. Harapanmu juga harapan kami, doakan saja kami dengan mulus bisa melalui proses ini.


Makan bersama tadi sore membuatku semakin nyaman, lalu lalang saudara-saudaramu, celoteh-celoteh anak-anak kecil saudara-saudaramu itu, mengingatkanku akan rumah. Aku juga sering melihat pemandangan semacam itu ketika semua keluargaku berkumpul di rumah kakek. Aku terkesan ketika sepupumu mengajak anak-anaknya yang masih kecil-kecil itu sholat Ashar berjama’ah. Aku ingin kelak kita juga punya kebiasaan seperti itu.
Dan ketika saatnya aku harus pamitan kepada semuanya, langkahku terasa ringan. Kalian semua telah memberiku pengalaman yang berkesan. Terima kasih. Saat mencegat taksi untuk kembali ke kost, aku jadi ingat lagi pertanyaan Mbahmu itu :


“Sudah tahu Jogja ?”

Monday, February 25, 2008

merenung

another amazing note written by Ayah ... gak nyangka ayah ternyata seorang penulis yang berbakat . .. :)


Aku percaya bahwa hidup terdiri dari serangkaian proses, suka atau tidak suka, disadari atau tidak, satu kejadian yang pernah dan akan terjadi kemudian, semuanya saling terkait satu sama lain, yang pada akhirnya bermuara kepada satu tujuan, kembali kepada sang Pencipta. Sebuah perenungan tak sengaja dipenghujung waktu menjelang fajar, tanda hari segera berganti lagi, umurku bertambah lagi, dan tugas-tugas hidup sudah menanti lagi.
Dan aku masih ada disini, baru saja menyelesaikan pekerjaan, belum sempat memberi waktu yang cukup kepada tubuh untuk mendapatkan haknya beristirahat. Ah.. , bagaimanapun ternyata aku cuma manusia biasa. Mata ini sudah terasa berat, badanpun terasa lunglai. Barangkali kasur yang lembut dan selimut hangat adalah penawar mujarab untuk mengatasi semua ini. Tapi tidak lama lagi sang surya akan segera muncul, memanggil semua manusia untuk kembali bersiap-siap memulai lagi hari-harinya. Akupun jadi meragu, sanggupkah kulalui hari ini dengan lebih baik dari yang kemarin ?
Bahwa kelelahan ini, kepenatan ini, siapapun pasti memilikinya. Seyogyanya aku harus berlapang dada menerima semua ini sebagai sebuah konsekuensi dari makhluk yang ditugaskan penciptanya menyebar dimuka bumi, menggali apapun yang berharga untuk kekayaan jiwanya.

Thursday, January 31, 2008

terbaring dalam sunyi ....

Malam yang tak pernah ingin ku ulang lagi ....

Kembali dari kantor, bersama orang terkasih ku .... Jakarta lengang sehabis hujan ....
di sudut jalan dekat fly over mampang .. tampak kerumunan orang ... terlihat selly campers reportase tengah sibuk mengambil gambar ...

hati sempat terselip tanya .... sepertinya ada kecelakaan ....
tak urung ( meski aku berusaha ntuk tak melihat) kepala turut menoleh pada kerumunan ....
dan ... benar saja ... tampak di sana sesosok tubuh terbaring kaku ... tertutup koran .. seorang pria entah siapa .... sementara di tengah jalan darah merah segar tergenang ... sudah pasti milik sang pria malang ... konon ia adalah korban tabrak lari sebuah metro mini nan ugal-ugalan ...

hati langsung tergugu .. sungguh ... aku menyesal sudah melihatnya .... bukan pemandangan menyayat hati seorang pria terbaring mati yang lewat di kepalaku ...

namun bayangan nya seakan mengikuti kemana aku pergi sejak malam itu ... seorang pria .. berwajah pilu .. yang terbaring kaku .. mata terpakunya seakan bertanya ... mengapa saya ..???

sementara .. sebuah keluarga .. nun di sana ... tengah gulana .. menantikan entah anak lelaki, suami, ayah, kakak atau adik lelakinya ... yang belum juga pulang bekerja .... menanti penuh harap akan berjumpa .. hingga akhirnya tiba berita .... maaf .. keluarga anda telah tiada .... ia tertabrak, entah oleh siapa ....

Ya Allah, lindungi Hamba .. LIndungi Suami, Anak, Ayah-Bunda, Kerabat, Saudara, juga sahabat dan kolega .. dari mara bahaya ... Tolong Lindungi mereka dari Kekejian Jalanan ibu kota ....

Tuesday, December 18, 2007

oseng teri sederhana

mau puasa menjelang lebaran haji di rumah gak da bahan makanan buat sahur ... terpaksa cuma bikin dadar telur aja .. plus oseng teri (kebetulan ada di kulkas)

bahan
teri medan se ons
cabe merah 3 buah
cabe hijau 2 buah
bawang putih 2 siung
bawang merah 3 siung
garam n penyedap
gula jawa sedikit
kecap sedikit aja
tomat separo

cara bikin
goreng teri sampe kering, sisihkan
iris tipis bawang putih n bawang merah, cabe dan tomat. panaskan minyak, masukkan irisan bawang putih n merah, setelah harum, masukin cabe merah n hijau, tomat juga teri ... beri sdikit garam, penyedap gula jawa n kecap ... sambil diaduk2 (kasih air sedikit biar bumbu meresap). angkat stelah matang...

rasanya lumayan ...asin2 manis n gurih .. Alhamdullilah si ayah suka :) meskipun sederhana

Wednesday, December 12, 2007

akhirnya ....

akhirnya .... kepastian dari Nya itu datang juga ....
Tuhan telah memutuskan ... tak ada keajaiban untuk ku kali ini ....
Dia memilih memanggil simak kembali .... kembali ke sisi Nya ... meninggalkan kami ... meninggalkan ku yang masih begitu ingin memiliki simak ....

terus terang, aku belum puas memandang wajah teduh simak ... aku belum puas menikmati sejuknya kasih simak ... meresapi segala cinta yang ia berikan untukku .. untuk khalif dan untuk mas iwan ... pandangan matanya yang melumerkan hati ... sikapnya yang mengayomi ... pengertiannya yang slalu menaungi .... sikapnya yang pasti mendukungku .. penuh bulat .. tak peduli aku benar atau salah ...
ternyata ... kami harus merelakan simak pergi ... membiarkan nyawa nya lepas dari raga ... mengikhlaskan .. jiwanya terbang menemui sang pencipta ....

jangan tanya bagaimana perasaan-ku ...
karena sebenarnya hingga detik ini aku masih tak percaya .. simak meninggalkan aku secepat itu ... sungguh ... aku tak rela .... aku masih ingin simak ada di sini .... aku masih mau .. bila pulang ke jogja nanti .. ada simak yang menanti ... yang memarahi ku bila telat mengunjungi ... yang akan protes kalau aku terlalu sebentar menyambangi rumahnya ... yang akan selalu menegurku dengan kata kata khasnya "kok kesusu, to nok ..?!! rung karuan mengko rene meneh .." sesok rene meneh nggih .. janji .. lo .. ojo ngapusi.."

duh ... simak ... orang tua kedua-ku ... wanita yang kucintai hampir sama besarnya dengan cinta ku pada ibu .... simak .... sekarang sudah bukan milikku lagi .... simak sudah pergi.... meninggalkan gundukan tanah merah pekuburan ....
senyumnya ... tangisnya yang terbata ... cintanya ... akan selalu lekat pada-ku ...
meski ia kini tak ada lagi ...
simak bagiku .. tak kan pernah pergi .... ia ada di sini ... di hatiku ...... selalu ...

selamat jalan mak .... jangan menoleh lagi ... santi berjanji akan baik-baik saja jalanin hidup ini ... santi akan tetap bikin simak bangga .... titp sungkem buat bapak ya mak ... buat mbah mario juga ....
santi akan doakan simak selalu ..... santi akan ingat simak .... selamanya ....